Jangan lupa untuk mengimunisasi bayi kecil Anda tepat pada waktunya! Imunisasi adalah memasukkan mikroorganisme penyebab penyakit yang sudah dilemahkan atau dimatikan (dalam bentuk vaksin) atau dengan bentuk racun yang sudah dilemahkan dengan panas atau bahan kimia (disebut toksoid), ke dalam tubuh bayi, yang akan membuat antibodi yang sama dengan antibodi yang akan diproduksi jika is sungguh terkena penyakit tersebut.
Jadi, bayi “dipersenjatai” dengan sistem imun atau kekebalan khusus. Ditemukan oleh Edward Jenner, seorang dokter skotlandia, imunisasi telah menyelamatkan ribuan nyawa bayi setiap tahunnya.
Imunisasi Wajib
Imunisasi wajib adalah imunisasi yang harus diberikan pada bayi. Dengan imunisasi wajib, maka bayi akan terlindung terhadap penyakit yang kerap menyerang. Di antara berbagai jenis
imunisasi, yang termasuk imunisasi wajib adalah imunisasi BCG, DPT, Polio, Campak dan Hepatitis B.
1. Vaksin BCG
a. Penjelasan
Vaksin BCG mengandung jenis kuman TBC yang masih hidup tapi sudah dilemahkan. Pemberian imunisasi ini bertujuan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit tuberkulosis (TBC).
b. Cara imunisasi
Imunisasi BCG dapat diberikan pada bayi baru lahir sampai berumur 12 bulan. Tetapi, sebaiknya pada umur 0 – 2 bulan. Imunisasi ini cukup diberikan satu kali saja. Pada anak berumur Iebih dari 2 – 3 bulan, dianjurkan untuk melakukan uji mantoux / PPD sebelum imunisasi BCG.
Gunanya untuk mengetahui apakah ia telah terjangkit penyakit TBC. Seandainya uji mantoux positif, maka anak tersebut tidak mendapat imunisasi BCG lagi.
Bila pemberian imunisasi itu berhasil, setelah 1 – 2 bulan di tempat suntikan akan terdapat suatu benjolan kecil. Tempat suntikan itu biasanya berbekas. Dan kadang – kadang benjolan itu akan bernanah, tetapi akan sembuh sendiri meskipun lambat.
c. Kekebalan
Imunisasi BCG tidak dapat menjamin 100% anak akan terhindar penyakit TBC. Tetapi, seandainya bayi yang telah diimunisasi BCG terjangkit TBC, maka ia hanya akan menderita penyakit TBC ringan.
d. Reaksi imunisasi
Setelah suntikan BCG, biasanya bayi tidak akan menderita demam. Bila ia demam setelah imunisasi BCG umumnya disebabkan oleh hal lain.
e. Efek samping
Pada imunisasi BCG, umumnya jarang dijumpai efek samping. Memang, kadang terjadi pembengkakan kelenjar getah bening setempat yang terbatas, tapi biasanya sembuh dengan sendirinya walaupun lambat.
Bila suntikan BCG dilakukan di lengan atas, pembengkakan kelenjar terjadi di ketiak atau di leher bagian bawah. Suntikan di paha dapat menimbulkan pembengkakkan di kelenjar selangkangan.
f. Indikasi kontra
Tidak ada larangan untuk melakukan imunisasi BCG kecuali pada anak berpenyakit TBC atau menunjukkan uji mantoux positif.
2. Vaksin Hepatitis B
a. Penjelasan
Vaksinasi dimaksudkan untuk mendapat kekebalan aktif terhadap penyakit hepatitis B. Vaksin tersebut bagian dari virus hepatitis B yang dinamakan HBs Ag, yang dapat menimbulkan kekebalan tapi tidak menimbulkan penyakit. HBs Ag ini dapat diperoleh dari serum manusia atau dengan rekayasa genetik dengan bantuan sel ragi .
b. Cara imunisasi
Imunisasi aktif dilakukan dengan cara pemberian suntikan dasar sebanyak tiga kali dengan jarak waktu satu bulan antara suntikan satu dan dua, lima bulan antara suntikan dua dan tiga.
Imunisasi ulang diberikan setelah lima tahun pasca imunisasi dasar. Cara pemberian imunisasi dasar tersebut dapat berbeda, tergantung dari rekomendasi pabrik pembuat vaksin hepatitis B mana yang akan dipergunakan.
Misalnya imunisasi dasar vaksin hepatitis B buatan Pasteur, Perancis berbeda dengan jadwal vaksinasi vasksin buatan MSD, Amerika Serikat.
Khusus bayi yang lahir dari seorang ibu pengidap virus hepatitis B, harus diberikan imunisasi pasif dengan imunoglobulin anti hepatitis B dalam waktu sebelum berusia 24 jam.
Berikutnya bayi tersebut harus pula mendapat imunisasi aktif 24 jam setelah lahir, dengan penyuntikan vaksin hepatitis B dengan pemberian yang sama seperti biasa.
Mengingat daya tularnya yang tinggi dari ibu ke bayi, sebaiknya ibu hamil di Indonesia melakukan pemeriksaan darah untuk mendeteksi apakah is mengidap virus hepatitis B sehingga dapat dipersiapkan tindakan yang diperlukan menjelang kelahiran bayi.
c. Kekebalan
Daya proteksi vaksin hepatitis B cukup tinggi, yaitu berkisar antara 94 – 96% .
d. Reaksi imunisasi
Umumnya tidak didapatkan reaksi, walaupun sangat jarang tetapi pada beberapa keadaan dapat terjadi reaksi. Biasanya berupa nyeri pada tempat suntikan, yang kemudian disertai demam ringan atau pembengkakan. Reaksi ini akan menghilang dalam waktu dua hari.
e. Efek samping
Tidak dilaporkan adanya efek samping yang berarti. Kemungkinan terjangkit oleh penyakit AIDS akibat pemberian vaksin hepatitis B yang berasal dari plasma, merupakan berita yang terlalu dibesarbesarkan.
f. Indikasi kontra
Imunisasi tidak dapat diberikan kepada anak yang menderita sakit berat. Vaksinasi hepatitis B dapat diberikan pada ibu hamil dengan aman dan tidak akan membahayakan janin. Bahkan memberikan perlindungan kepada janin selama dalam kandungan ibu maupun kepada bayi selama beberapa bulan setelah lahir.
3. Vaksin DPT (Difteria, Pertusis, Tetanus)
a. Penjelasan
Vaksinasi DPT akan menimbulkan kekebalan aktif dalam waktu yang bersamaan terhadap penyakit Difteria, Pertusis (batuk rejan / batuk seratus hari), dan tetanus.
Di Indonesia vaksin terhadap ketiga penyakit tersebut dipasarkan dalam tiga kemasan, yaitu dalam bentuk kemasan tunggal bagi tetanus, dalam bentuk kombinasi DT (difteria dan tetanus), dan kombinasi DPT (difteria, pertusis, dan tetanus).
Vaksin difteria dibuat dari toksin / racun kuman difteria yang telah dilemahkan dinamakan toksoid. Biasanya diolah dan dikemas bersama – sama dengan vaksin tetanus dalam bentuk vaksin DT, atau dengan vaksin tetanus dan pertusis dalam bentuk vaksin DTP.
Vaksin tetanus yang digunakan untuk imunisasi aktif ialah toksoid tetanus atau toksin / racun kuman tetanus yang sudah dilemahkan kemudian dimurnikan. Ada tiga macam kemasan vaksin tetanus, yaitu bentuk kemasan tunggal dan kombinasi dengan vaksin difteria (vaksin DT) atau kombinasi dengan vaksin difteria dan pertusis (vaksin DTP).
Vaksin terhadap penyakit batuk rejan atau batuk seratus hari terbuat dari kuman Bordetella Pertussisyang telah dimatikan. Selanjutnya dikemas bersama vaksin difteria dan tetanus (vaksin DTP)
b. Cara imunisasi
Imunisasi dasar DPT diberikan tiga kali, sejak bayi berumur dua bulan dengan selang waktu antara dua penyuntikan minimal empat minggu. Imunisasi ulangan/booster yang pertama dilakukan pada usia 11/2 – 2 tahun atau satu tahun setelah suntikan imunisasi dasar ketiga.
Imunisasi ulang berikutnya dilakukan pada usia enam tahun atau di saat kelas 1 SD. Pada saat kelas 6 SD diberikan lagi imunisasi ulang dengan vaksin DT. Vaksin pertusis (batuk rejan) tidak dianjurkan pada anak yang berusia Iebih dari tujuh tahun karena reaksi yang timbul dapat lebih hebat selain itu juga perjalanan penyakit pertusis pada anak berumur lebih dari lima tahun tidak parah.
Pada masa mendatang telah dipikirkan untuk memberikan vaksin tetanus khusus untuk anak perempuan yang belum pernah mendapat imunisasi DPT, atau imunisasi DPT tidak lengkap, sebanyak dua kali lagi pada saat kelas dua dan kelas 3 SD tindakan ini diperkirakan
cukup untuk memberikan perlindungan seumur hidup terhadap penyakit tetanus sehingga bayi yang kaiak dikandung dapat terlindung dari penyakit tetanus neonatorum atau tetanus pada bayi baru lahir.
Di indonesia penyakit tetanus pada bayi baru lahir masih merupakan penyebab kematian yang kadang terjadi pada saat bayi baru lahir.
Imunisasi ulang sewaktu, diperlukan juga bila anak berhubungan dengan anak lain yang menderita difteria atau batuk rejan. Atau bila diduga luka pada anak akan terinfeksi tetanus.
Dalam hal imunisasi tidak perlu cemas seandainya anak mendapatkan suntikan ulang sebelum waktunya. Atau bila diduga luka pada anak akan terinfeksi tetanus, biasanya akan memberikan suntikan ulang. Lebih baik memberikan imunisasi berlebih daripada kurang.
c. Kekebalan
Daya proteksi atau daya lindung vaksin difteria cukup baik, yaitu sebesar 80 – 95% dan daya proteksi vaksin tetanus sangat baik, yaitu sebesar 90 – 95%. Sedangkan daya proteksi vaksin pertusis masih rendah, yaitu 50 – 60%.
Oleh karena itu anak yang telah mendapat imunisasi pertusis masih dapat terjangkit penyakit batuk rejan, tetapi dalam bentuk yang lebih ringan.
d. Reaksi imunisasi
Reaksi yang mungkin terjadi biasanya demam, pembengkakan dan rasa nyeri di tempat suntikan selama satu – dua hari.
e. Efek samping
Kadang – kadang timbul reaksi akibat efek samping yang berat, seperti demam tinggi atau kejang, yang disebabkan oleh unsur pertusisnya.
f. Kontra indikasi
Imunisasi DPT tidak boleh diberikan pada anak yang sakit parah dan anak yang menderita penyakit kejang demam kompleks. Juga tidak boleh diberikan kepada anak dengan batuk yang diduga sedang menderita batuk rejan dalam tahap awal atau pada penyakit gangguan kekebalan (defisiensi umum).
Bila pada suntikan DPI pertama, ASI dapat diberikan seperti biasa karena ASI tidak berpengaruh terhadap vaksin polio. Imunisasi ulangan diberikan bersamaan dengan imunisasi ulang DPT.
Pemberian imunisasi ulang perlu tetap diberikan seandainya seorang anak pernah terjangkit polio. Karena mungkin saja anak yang menderita polio itu terjangkit virus polio tipe I. artinya, apabila penyakitnya telah sembuh ia hanya mempunyai kekebalan terhadap virus polio tipe I, tetapi tidak mempunyai kekebalan terhadap jenis virus polio tipe II dan III. Karena itu untuk mendapat kekebalan terhadap ketiga virus tersebut perlu diberikan imunisasi ulang polio.
c. Kekebalan
Daya proteksi vaksin polio sangat baik, yaitu sebesar 95 – 100%.
d. Reaksi imunisasi
Biasanya tidak ada, mungkin pada bayi akan mengalami berak – berak ringan
e. lndikasi kontra
Pada anak dengan diare berat atau yang sedang sakit parah imunisasi polio sebaiknya ditangguhkan demikian pula pada anak yang menderita gangguan kekebalan (defisiensi imun) tidak diberikan. Pada anak dengan penyakit batuk, pilek, demam atau diare ringan imunisasi polio bisa diberikan seperti biasanya.
5. Vaksin Campak (Morbili)
a. Penjelasan
Imunisasi diberikan untuk mendapat kekebalan terhadap penyakit campak secara aktif. Vaksin campak mengandung virus campak yang telah dilemahkan.
Vaksin campak yang beredar di Indonesia dapat diperoleh dalam bentuk kemasan kering tunggal atau dalam kemasan kering dikombinasi dengan vaksin gondong / bengok (mumps) dan rubella (campak jerman).
Di Amerika Serikat kemasan terakhir ini dikenal dengan nama vaksin MMR (Mesles-Mumps-Rubella vacine).
b. Cara imunisasi
Bayi baru lahir biasanya telah mendapat kekebalan pasif terhadap penyakit campak dalam kandungan dari ibunya. Makin lanjut umur bayi, makin berkurang kekebalan pasif tersebut. Waktu berumur enam bulan biasanya sebagian dari bayi tidak mempunyai kekebalan pasif lagi.
Dengan adanya kekebalan pasif ini sangat jarang seorang bayi menderita campak pada umur kurang dari enam bulan.
Menurut WHO (1973) imunisasi campak cukup satu kali suntikan setelah bayi berumur sembilan bulan. Lebih baik lagi setelah ia berumur Iebih dari satu tahun. Karena kekebalan yang diperoleh berlangsung seumur hidup, maka tidak diperlukan imunisasi ulang lagi.
Di Indonesia keadaannya berlainan. Kejadian campak masih tinggi dan sering dijumpai bayi menderita penyakit campak ketika masih berumur antara enam – sembilan bulan, jadi pada saat sebelum ketentuan batas umur sembilan bulan untuk mendapat vaksinasi campak seperti yang dianjurkan WHO.
Dengan demikian di Indonesia dianjurkan pemberian imunisasi campak pada bayi sebelum bayi berumur sembilan bulan, misalnya pada umur enam – sembilan bulan ketika kekebalan pasif yang diperoleh dari ibu mulai menghilang. Akan tetapi kemudian harus mendapat suntikan ulang setelah berumur lima belas bulan.
Perlukah vaksinasi campak diulang pada anak yang telah menderita campak karena infeksi alamiah? Sebenarnya bila anak tersebut telah benar – benar menderita sakit campak, maka vaksinasi campak tidak perlu diberikan lagi. Masalahnya adalah apakah anak tersebut benar menderita campak? Biasanya seorang ibu mendasarkan dugaan sakit anaknya itu hanya karena adanya demam yang disertai timbulnya bercak merah di kulit.
Gejala demam dengan bercak merah tidak hanya pada penyakit campak, tetapi dapat juga dijumpai pada penyakit lain, seperti penyakit “demam tiga hari”, demam berdarah, campak Jerman dan sebagainya.
menderita kurang gizi dalam derajat besar.
Pustaka
Merawat Bayi Tanpa Baby Sitter, Oleh Yunisa Pritono.
0 komentar:
Posting Komentar