Makna keluarga sakinah adalah keluarga yang bahagia. Keluarga sakinah satu ungkapan untuk menyebut sebuah keluarga yang fungsional dalam mengantar orang pada cita-cita dan tujuan membangun keluarga. Dalam bahasa Arab disebut dengan usrah sa`idah, keluarga bahagia. Penggunaan nama sakinah pasti diambil dari al Quran surat 30:21, litaskunu ilaiha, yang artinya bahwa Allah menciptakan perjodohan bagi manusia agar yang satu merasa tenteram terhadap yang lain. Dalam bahasa Arab, kata sakinah di dalamnya terkandung arti tenang, terhormat, aman, penuh kasih sayang, mantap dan memperoleh pembelaan. Pengertian ini pula yang dipakai dalam ayat-ayat al Quran dan hadis dalam kontek kehidupan manusia. Jadi keluarga sakinah adalah kondisi yang sangat ideal dalam kehidupan keluarga, dan yang ideal biasanya jarang terjadi, oleh karena itu ia tidak terjadi mendadak, tetapi ditopang oleh pilar-pilar yang kokoh, yang memerlukan perjuangan serta butuh waktu serta pengorbanan terlebih dahulu. Ada empat hal memahami makna keluarga sakinah diantaranya adalah.
Pertama, bahwa nikah atau hidup berumah tangga itu merupakan sunnah Rasul bagi yang sudah mampu. Dalam kehidupan berumah tangga terkandung banyak sekali keutamaan yang bernilai ibadah, menyangkut aktualisasi diri sebagai suami/isteri, sebagai ayah/ibu dan sebagainya. Bagi yang belum mampu disuruh bersabar dan berpuasa, tetapi jika dorongan nikah sudah tidak terkendali padahal ekonomi belum siap, sementara ia takut terjerumus pada perzinaan, maka agama menyuruh agar ia menikah saja, Insya Allah rizki akan datang kepada orang yang memiliki semangat menghindari dosa, entah dari mana datangnya (min haitsu la yahtasib). Nabi bersabda:
‘Wahai pemuda, barang siapa diantara kalian sudah mampu untuk menikah nikahlah, karena nikah itu dapat mengendalikan mata (yang jalang) dan memelihara kesucian kehormatan (dari berzina), dan barang siapa yang belum siap, hendaknya ia berpuasa, karena puasa bisa menjadi obat (dari dorongan nafsu). (H.R. Bukhari Muslim)
Kedua, Bahwa tingkatan ekonomi keluarga itu berhubungan dengan kesungguhan berusaha, kemampuan mengelola (manajemen) dan berkah dari Allah. Ada keluarga yang ekonominya pas-pasan tetapi hidupnya bahagia dan anak-anaknya bisa sekolah sampai ke jenjang tinggi, sementara ada keluarga yang serba berkecukupan materi tetapi suasananya gersang dan banyak urusan keluarga dan pendidikan anak terbengkalai. Berkah artinya terkumpulnya kebaikan ilahiyyah pada seseorang/keluarga/masyarakat seperti terkumpulnya air di dalam kolam. Secara sosiologis, berkah artinya terdayagunanya nikmat Allah secara optimal. Berkah dalam hidup tidak datang dengan sendirinya tetapi harus diupayakan. Firman Allah.
‘Sekiranya penduduk negeri-negeri itu beriman dan bertaqwa, niscaya Kami akanmelimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan dari bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami akan sisksa mereka disebabkan oleh perbuatan mereka./(Surat al A’raf, 96)
Ketiga, Suami isteri itu bagaikan pakaian dan pemakainya. Antara keduanya harus ada kesesuaian ukuran, keseuaian mode, asesoris dan pemeliharaan kebersihan. Layaknya pakaian, masing-masing suami dan isteri harus bisa menjalankan fungsinya sebagai (a) penutup aurat (sesuatu yang memalukan) dari pandangan orang lain, (b) pelindung dari panas dinginnya kehidupan, dan (c) kebanggan dan keindahan bagi pasangannya. Dalam keadaan tertentu pakaian mungkin bisa diperkecil, dilonggarkan, ditambah asesoris dan sebagainya. Mengatasi perbedaan selera, kecenderungan dan hidup antara suami isteri, diperlukan pengorbanan kedua belah pihak. Masing-masing harus bertanya , Apa yang dapat saya berikan, bukan apa yang saya mau.
‘Mereka (isteri-isterimu) adalah (ibarat) pakaian kalian, dan kalian adalah (ibarat) pakaian mereka. (Surat al Baqarah 187).
‘Sebaik-baik kamu adalah orang yang paling baik terhadap isterinya, dan aku (Nabi) adalah orang yang paling baik terhadap isteri. (H.R. Turmuzi dari Aisyah).
Keempat, Bahwa cinta dan kasih sayang (mawaddah dan rahmah) merupakan sendi dan perekat rumah tangga yang sangat penting. Cinta adalah sesuatu yang suci, anugerah Allah dan sering tidak rasional. Cinta dipenuhi nuansa memaklumi dan memaafkan. Kesabaran, kesetiaan, pengertian, pemberian dan pengorbanan akan mendatangkan/menyuburkan cinta, sementara penyelewengan, egoisme, kikir dan kekasaran akan menghilangkan rasa cinta. Hukama berkata, ‘Tanda-tanda cinta sejati ialah (1) engkau lebih suka berbicara dengan dia (yang kau cintai) dibanding berbicara dengan orang lain, (2) engkau lebih suka duduk berduaan dengan dia dibanding dengan orang lain, dan (3) engkau lebih suka mengikuti kemauan dia dibanding kemauan orang lain/diri sendiri).
‘Tidak bisa memuliakan wanita kecuali lelaki yang mulia, dan tidak sanggup menghinakan wanita kecuali lelaki yang tercela.’
0 komentar:
Posting Komentar