Jumat, 17 Juni 2011

KANKER PARU


DIAGNOSA DAN PENTAHAPAN KANKER PARU
Alat utama dalam mendiagnosa kanker paru adalah radiografi, bronkhoskopi, dan sitologi. Bronlchoskopi dengan biopsi adalah teknik yang paling berhasil dalam mendiagnosa karsinoma sel skuamosa, yang pada umumnya terletak sentral. Biopsi nodus skalene dilakukan untuk mendiagnosa kanker yang tidak terdiagnosa oleh bronkhoskopi. Pemeriksaan sitologi sputum, penyikatan bronkhial, dan pemeriksaan cairan pleural juga berperan penting dalam mendiagnosa kanker paru.

Histologis dan tahap penyakit penting untuk menentukan prognosis juga rencana pengobatan. Pembedaan antara SCLC dan NSCLC sangat penting untuk dilakukan. Pentahapan kanker paru terdiri atas dua bagian:
1. Pentahapan anatomis untuk menentukan keluasan tumor dan sifatnya untuk dapat direseksi.
2. Pentahapan fisiologis untuk menentukan kemampuan klien dalam menghadapi pengobatan antitumor.

Sistem pentahapan TNM adalah metoda yang secara luas diterima sebagai cara menentukan keluasan penyakit kanker. Faktor-faktor T (ukuran tumor), N(metastasis nodus limfe), dan M (ada atau tidak adanya metastasis distal) dikombinasikan untuk membentuk suatu pentahapan dari penyakit.

Klien dengan kanker paru sering mempunyai gangguan kardiovaskular dan gangguan medis lainnya yang berhuhungan dengan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). Pentahapan fisiologis untuk klien-klien ini sangat penting dilakukan untuk dapat memprediksi kemampuan mereka dalam menoleransi tindakan lobektomi atau pneumonektomi. Kontraindikasi utama lainnya untuk pembedahan termasuk riwayat infark miokardium terbaru, disritmia mayor tak terkontrol, retensi karbon dioksida, dan hipertensi pulmonal berat.

PENGOBATAN DAN PROGNOSIS KANKER PARU
Setelah dilakukan diagnosa histologi dan prosedur pentahapan anatomis dan fisiologis, baru dibuat rencana pengobatan secara menyeluruh. Program pengobatan yang paling umum adalah kombinasi bedah, radiasi, dan kemoterapi.

Pembedahan adalah pengobatan pilihan untuk klien pada tahan I. II, dan tahap IIIa NSCLC tertentu kecuali tumor tidak dapat direseksi atau kondisi medis lainnya (mis. penyakit jantung) tidak memungkinkannya dilakukan pembedahan. Pembedahan dapat mencakup pengangkatan paru sebagian atau total. Sekitar 30% dari klien dengan tumor jenis NSCLS dianggap dapat direseksi untuk penyembuhannya. Angka bertahan hidup selama 5 tahun dari kelompok ini adalah 30%.

Terapi radiasi umumnya dianjurkan untuk lesi tahap I dan II jika pembedahan merupakan kontraindikasi dan untuk lesi tahap III jika penyakit melibatkan nodus limfe hemitoraks dan ipsilateral supraklavikular. Jika NSCLC telah menyebar luas, terapi radiasi mungkin diberikan pada tempat lokal untuk tujuan paliatif (mis. kompresi medulla spinalis akibat metastase ke vertebra). Konmbinasi kemoterapi mungkin diresepkan bagi beberapa klien dengan NSCLC. Waktu bertahan hidup rata-rata bagi klien dengan NSCLC nonreseksi adalah kurang dari 1 tahun, bahkan dengan radiasi dan/atau kemoterapi.

Terapi utama bagi klien dengan SCLC adalah kemoterapi, dengan atau tanpa terapi radiasi. Kemoterapi dan radioterapi dada mungkin diberikan bagi klien dengan penyakit bertahap terbatas jika mereka secara fisiologis dapat menahan pengobatan. Klien dengan penyakit tahap yang lebih luas diobati hanya dengan kemoterapi. Program kemoterapi kombinasi yang sering digunakan termasuk siklolOsfamid, doxorubisin.

(Adriamycin), dan vinkristin (CAV) dan siklosfospamid, doxorubisin, vinkristin, dan etoposide (CAVE). Terapi radiasi juga digunakan sebagai profilaksis terhadap metastase serebral dan untuk penatalaksanaan paliatif nyeri, hemoptisis kambuhan, efusi, atau obstruksi jalan napas atau vena kava superior.
Prognosis bagi klien dengan karsinoma bronkhogenik adalah buruk (angka bertahan hidup 5 tahun adalah 14 %; American Cancer Society, 1995) dan hanya mengalami perbaikan sedikit selama beberapa tahun, meskipun telah ditangani dengan banyak obat kemoterapeutik baru. Dengan demikian penekanan harus diletakkan pada pencegahan. Tenaga kesehatan harus menasihatkan klien untuk tidak merokok atau tidak tinggal di lingkungan yang terpolusi oleh industri. Tindakan perlindungan juga harus dilakukan bagi mereka yang bekerja terpajan pada asbes, uranium, kromium, dan bahan-bahan karsinogenik lainnya.

Pustaka
Keperawatan Medikal Bedah Oleh Niluh Gede Yasmin Asih, Christantie Effendy

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites